Penyalahgunaan Human Interest
Oleh: FAATIHAH DHUHA NAJIB
“Lakukanlah kebaikan sekecil apapun. Karna kamu tak pernah tau kebaikan mana yang membawamu ke surga”
Tak asing bukan dengan ungkapan itu? Ya. Moral teladan memang ditunjukkan dengan adanya kalimat di atas. Tapi coba lihat. Apakah kita sudah melakukannya? Tanyalah pada hati masing-masing. Komunikasi dengan dirimu sendirimu terkadang perlu untuk introspeksi. Baik, lanjut. Bukan. Bukan kebaikan kita yg akan saya bahas disini. Tentu saja biar itu menjadi rahasia Tuhan dan diri kita sendiri. Sudut pandang yang akan saya ambil disini adalah sudut pandang orang ketiga pengamat. Karna serba tau mustahil untuk menjadi pemaparan objektif dalam bahasan ini
Seringkah menemui penyalahgunaan human interest di lingkungan sekitar? Human interest itu sendiri adalah ketertarikan emosional yang disebabkan sisi kemanusiaan yang tentunya dimiliki oleh setiap orang ketika menghadapi konstruksi sosial di tempatnya tinggal. Human interest itu akan terwujud dalam sikap sebagai bentuk reaksi atas aksi yang digambarkan oleh kondisi sekitar. Entah itu berupa rasa iba, kasihan, marah, menolong, dsb. Keterbatasan saya tak akan mampu menjabarkan satu persatu rinci apa itu human interest. Baik, langsung ke inti.
Pernah tidak menolong orang di jalan atau menjumpai orang lain yang tiba2 datang meminta bantuan kepada kita dengan alasan tertentu? Finansial, accident, injury time ketika anggota keluarga sakit, dan sederet alasan lain. Apa yang kalian lakukan? Tentu saja sebersit iba, kasihan akan menyelimuti saat itu juga. Lalu? Ya kita mencoba menolong semampu kita. Niatnya baik. Hanya menolong. Selesai begitu saja? Tidak.
Bukannya berburuk sangka. Sisi kemanusiaan itulah sekarang yang menjadi senjata andalan para pemburu korban human interest saat ini. Niat baik kita terkadang disalahgunakan karena kita menganggap orang itu benar-benar butuh pertolongan. Tapi pada nyatanya?
Didasarkan pada beberapa kisah nyata penulis dan beberapa teman, banyak sekali motif berbohong yang digencarkan oleh penburu korban human interest ini. Bantuan yang kita berikan tadi sebenarnya sama sekali tak mereka butuhkan. Permainan disini bukan lagi menyangkut berbohong atau terbohongi. Tapi berlandaskan pada krisis moral kemanusiaan yang telah mereka singgung dan serang. Suatu waktu di pom bensin, seorang wanita muda yang katanya sedang kuliah mendadak menghampiri saya dan meminta bantuan sejumlah uang lantaran ibunya dirawat di RS dan dia harus pulang saat itu juga namun tak ada biaya. Sontak, tak terselip kecurigaan apapun dalam relung hati. Selembar uang pun kuberikan hingga ia berterima kasih sambil berjanji akan mengembalikannya. Bukan maksudku menyinggung kembalian atau meminta imbalan, aku mengiyakan saja tanpa ingin berhubungan dengan orang itu lagi.
Hampir satu semester berlalu dan aku baru bercerita hal ini terhadap Ibu. Sontak, sederetan kata wanti-wanti menghujaniku karena Ibu bilang itu modus kejahatan saat ini. Aku bergeming berusaha mengelak. Namun ternyata, perkataan Ibu terbukti. Banyak yang sudah menjadi korban dan dengan polosnya aku tidak tau hal ini sama sekali. Beruntung bukan harta benda atau fisik yang ikut korban. Tak hanya kejadian ini saja, banyak sederetan korban human inrerest yang kutemui.
Menyimak berbagai persoalan, proposisi pun bermunculan seakan membenarkan. Kebaikan sering disalahgunakan saat ini dengan taktik menyentuh sisi kemanusiaan yang sudah kita tau, itu rasa paling hakiki yang tak bisa dielak. Otak pun sudah tak bertemu prasangka lain jika sudah disentuh oleh hati. Justru di jaman inilah, modus itu menjadi marak karna tingkat kepedulian kita yang mungkin tidak bisa membedakan mana yang benar2 membutuhkan bantuan dan mana yang “memanfaatkan bantuan”. Kiranya fenomena semacam ini menjadi mawas diri bagi kita sendiri untuk lebih tau karakteristik orang dan mengenali gerak nya sebelum benar-benar memutuskan sebuah tindakan.
Memang, ini hal yang sulit dibedakan. Bukan mengajari orang untuk berprasangka buruk terhadap orang asing, namun kiranya kita juga harus mewaspadai diri kita sendiri dari setiap kemungkinan buruk yang mungkin saja terjadi. Kita tak berusaha menyalahkan pelaku karna tabiatnya karena fenomena itu sudah menjadi fenomena sosial yang kuratif dan sulit dihindarkan.
Kitalah yang harus bisa memilah dan memilih human interest itu sendiri. Jangan salah, pengambilan keputusan itu bisa dilatih. Pengendalian diri itu sendiri juga bertujuan untuk menumbuhkan kontrol emosional quotient (EQ). Kenali dan waspadai orang asing yang tiba2 menghampiri. Tapi ingat, jangan memuncakkan keraguan itu dengan over.